Rabu, 04 April 2012

Ayahku Pahlawan dan Motivatorku


Seorang lelaki yang cukup berumur berusia 48 tahun, berpostur tubuh agak sedikit berisi dan tidak terlalu tinggi dengan pakaian agak sedikit kusut tengah berbenah diri untuk memulai rutinitas sehari-harinya. Sosok yang begitu cukup sederhana tetapi kaya akan hati dan kasih sayang, Dialah Ayahku,  “ Pak Tomas “, begitu orang-orang memanggilnya.
Matanya hampir selalu ontime dimelekkan kira-kira pukul 05.00 WIB setiap harinya, terasa berat untuk menyaksikan kembali setumpukan kegiatan yang cukup membuat sumpek pikiran dan terkadang hampir bisa menghentikan denyutan nafasnya. Meskipun badan mengeluh tak ingin bangkit dari kasur yang begitu nyaman dan cukup bisa melarutkan dalam bunga tidur serta langkah kaki yang terasa berat untuk diayunkan ke udara kemudian kembali berpijak ke permukaan tanah, namun keinginan untuk merilekskan otot-otot tubhnya yang sudah mulai menegang harus dibuangnya jauh-jauh demi melangsungkan kehidupannya, aku dan adikku. Kegiatan padat selalu menanti di depan hari-hari kami.
Tok .. tok .. tok .. , terdengar suara pintu setiap harinya yang dihantam oleh beberapa jemari sebagai pertanda aku dan adikku harus bangun. Memulai aktivitas dengan memasak sarapan pagi. Dua orang cukup bisa menyajikan masakan kilat seperti nasi goreng atau hanya sekedar telur ceplok serta membuat tiga cangkir teh atau susu hangat. Selagi kami sibuk, ayahku juga mengerjakan kegiatan rutinnya, yaitu menggerek tali timba di sumur untuk mengisi air di bak kamar mandi. Selesai memasak, aku dan adikku bergantian untuk membersihkan diri alias mandi yang kemudian disusul oleh ayahku. Setelah itu, kami sarapan pagi bersama dengan segera mungkin karena khawatir akan telat masuk kerja.
Tepat pukul 07.00 WIB, kami memisahkan diri untuk melakukan kegiatan masing-masing. Tak lain lagi bekerja, bekerja dan bekerja. Sebelum  berangkat kerja, Ayahku selalu berpesan untuk tidak lupa berdoa sebelum dan sesudah melakukan segala sesuatu, menjaga sikap dan ucapan dalam bersosialisasi baik denagn rekan kerja, teman ataupun orang lain. Selain itu berbagai nasihatpun selalu dilontarkanya setiap hari tanpa bosan, meskipun sebenarnya hanya itu-itu saja yang dilontarkan dan kamipun cukup merasa bosan dengan kata-kata yang selalu itu-itu saja. Tapi kami cukup mengerti, itu karena ayah menyayangi kami. Segala sesuatu yang dianggapnya baik tentu akan selalu dilakukan untuk kebaikan kami.
Malam hari kami berkumpul kembali, saling menceritakan apa-apa saja yang sudah kami alami, bercanda bersama dan tak lupa nasehat-nasehat lagi yang selalu dilontarkan ayahku. Tapi itu sudah menjadi hal yang biasa buat aku dan adikku, jadi tidak terlalu mengganggu untuk sikon kami yang cukup lelah dengan kerjaan yang sudah kami laui. Bukan masuk kuping kiri keluar kuping kanan, tetapi sudah menjadi hafalan di otak kami berdua. Malam yang singkat untuk kami saling bertegur sapa dan bersama karena harus segera beristirahat agar tidak telat bangun besok harinya.
Begitulah sehari-hari yang kami lalui, monoton, dan hampir tak ada perubahahan. Cukup mengecewakan tapi tidak membuat kami patah semangat atau menyerah dalam menjalani lika-liku kehidupan ini. Ayahku selalu memberi semangat ketika kami merasa jatuh dan lelah dengan kehidupan ini. Ayahku tidak pernah lelah untuk bersabar membesarkan kami sekalipun hanya sebagai single parent .
Tanpa ayah mungkin aku dan adikku tidak akan mengerti kejamnya kehidupan ini dan bagaimana cara kami megantisipasinya. Kami menjadi manusia muda yang cukup mandiri dengan menghandle sendiri hampir semua kebutuhan kami, termasuk untuk membiayai kuliah kami. Bukan karena tidak ingin membiayai kami, tetapi untuk memberikan pengajaran bagaiman susahnya mencari uang dan bagaimana cara memanfaatkannya.
Bagiku ayahku adalah pahlawan dan motivatorku dalam menjalani hidup ini. Ayahku adalah guru yang serba bisa, dengan kata lain ayahku adalah sosok yang multifungsi. Ayahku adalah ayah yang terbaik dan ayah yang tak akan aku sia-siakan. Sekarang ini yang ada dibenakku bagaimana cara membalas semua yang telah diberikannya tanpa pamrih. Aku hanya bisa bekerja dan belajar dengan baik, mudah-mudahan bisa menjadi orang sukses dan bisa membanggakan ayahku nantinya. Membiarkannya duduk santai di rumah dan tersenyum gembira melihat anaknya menjadi orang yang berguna untuk diri sendiri maupun orang lain. Intinya tetap semangat dan jangan putus asa. Berprinsip Where there’s a will there’s a way agar apa yang diinginkan bisa tercapai dan berakhir dengan kebahagiaan . (Pal)